Jumat, 02 November 2018

m6 kb4 menelaah tes hasil belajar

Kegiatan Belajar 4: Menelaah Tes Hasil Belajar Uraian Materi 1. Menelaah Kualitas Soal Tes Bentuk Objektif Sebagaimana telah anda pelajari sebelumnya, bahwa analisis kualitas perangkat soal tes hasil belajar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: analisis secara teoritik (kualitatif) dan analisis secara empiris (kuantitatif). Analisis secara teoritis adalah telaah soal yang difokuskan pada aspek materi, konstruksi, dan bahasa. Aspek materi berkaitan dengan substansi keilmuan yang ditanyakan serta tingkat berpikir yang terlibat, aspek konstruksi berkaitan dengan teknik penulisan soal, dan aspek bahasa berkaitan dengan kejelasan hal yang ditanyakan. Analisis empiris adalah telaah soal berdasarkan data lapangan (uji coba). Pada modul ini Anda akan mempelajari penelaahan kualitas tes bentuk objektif, pengolahan hasil tes, dan pemanfaatan hasil tes. a. Analisis Kualitas Soal Secara Teoritis Analisis secara teoritis adalah telaah soal yang difokuskan pada aspek materi, konstruksi, dan bahasa. Penelaahan kualitas soal bentuk objektif pada aspek materi dimaksudkan untuk mengetahui apakah materi yang diujikan sudah sesuai dengan kompetensi atau hasil belajar yang ditetapkan, dan apakah materi soal sudah sesuai dengan tingkat atau jenjang kemampuan berpikir peserta tes, serta apakah kunci jawaban sudah sesuai dengan isi pokok soal. Telaah kualitas soal pada aspek konstruksi dimaksudkan untuk mengetahui teknik penulisan butir-butir soal sudah merujuk pada kaidah-kaidah penulisan soal yang baik. Pada aspek bahasa, telaah soal dimaksudkan untuk mengetahui apakah bahasa yang digunakan cukup jelas dan mudah dimengerti, tidak menimbulkan multi interpretasi, serta sesuai dengan kaidah penggunaan bahasa yang berlaku. Secara teoritis, kualitas soal tes bentuk objektif dapat ditelaah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1). Materi: a) Butir harus sesuai dengan indicator yang ditetapkan b) Hanya ada satu jawaban yang benar c) Pengecoh homogin, dan berfungsi. 2). Konstruksi a) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas. 2 b) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. c) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar. d) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. e) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjaudari segi materi. f) Panjang rumusan pilihan jawaban relatif sama. g) Pilihan jawaban yang berbentu angka atau waktu disusun berdasarkan urutan besar kecilnya angka atau kronologis waktunya. h) Gambar/grafik/tabel/diagaram dan sejenisnya harusn jelas dan berfungsi. i) Butir tes tidak tergantung pada jawaban sebelumnya. (3). Bahasa a) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indoensia. b) Menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dimengerti. c) Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. d) Menggunakan istilah baku b. Analisis Kualias Tes Bentuk Objektif Secara Empiris Sebagaimana telah Anda pelajari pada modul sebelumnya, analisis empiris adalah telaah soal berdasarkan data lapangan (uji coba). Analisis karakteristik butir soal mencakup analisis parameter kuantitatif dan kualitatif butir soal. Parameter kuantitatif berkaitan dengan analisis butir soal berdasarkan atas tingkat kesukaran, daya beda, dan keberfungsian alternative pilihan jawaban. Parameter kualitatif berkaitan dengan analisis butir soal berdasarkan atas pertimbangan ahli (expert judgement). 1). Tingkat Kesukaran Seperti telah Anda pelajari pada modul sebelumnya, tingkat kesukaran adalah angka yang menunjukkan besarnya proporsi peserta tes yang menjawab betul pada suatu butir. Rentang angka ini adalah 0,00 sampai 1,00. Jika suatu butir soal memiliki tingkat kesukaran 0,00 berarti tidak ada peserta tes yang menjawab butir soal tersebut dengan benar. Dengan kata lain butir soal terlalu sukar. Sebaliknya, jika butir soal memiliki tingkatkesukaran 1,00 berarti semua peserta tes dapat menjawab butir soal dengan benar. Dengan kata lain, butir soal terlalu mudah. Rentang tingkat kesukaran yang dapat digunakan sebagai kriteria adalah: lebih 3 kecil dari 3,00 masuk kategori sukar, antara 0,30 – 0,80 termasuk cukup/sedang, dan lebih besar dari 0,80 termasuk mudah. 2). Daya Beda Daya beda butir soal adalah indeks yang menggambarkan tingkat kemampuan suatu butir soal untuk membedakan kelompok yang pandai dari kelompok yang kurang pandai. Interpretasi daya beda selalu dikaitkan dengan kelompok peserta tes. Artinya, suatu daya beda butir soal yang dianalisis berdasarkan data kelompok tertentu belum tentu dapat berlaku pada kelompok yang lain. Interpretasi daya beda butir soal untuk peserta tes kelas bias berbeda dengan interpretasi daya beda kelas B untuk mata pelajaran yang sama. Hal ini sangat tergantung pada kemampuan masingmasing kelompok. Penjelasan lebih lanjut mengenai daya beda juga sudah Anda pelajari pada modul sebelumnya. 3). Keberfungsian Alternatif Pilihan Jawaban Dalam tes hasil belajar berbentuk objektif dengan model pilihan ganda, umumnya memiliki (4) empat atau (5) lima alternatif pilihan jawaban dimana salah satu alternatif jawabannya adalah jawaban yang benar (kunci jawaban). Alternatif pilihan jawaban yang salah sering disebut dengan istilah pengecoh (distractor). Alternatif pilihan jawaban dalam suatu butir soal dikatakan berfungsi jika semua pilihan jawaban tersebut dipilih oleh peserta tes dengan kondisi dimana jawaban yang benar lebih dipilih dari pada alternatip pilihan jawaban yang lain. Pengecoh berfungsi jika paling sedikit 5% dari peserta tes memilih jawaban tersebut. 4). Omit Omit adalah proporsi peserta tes yang tidak menjawab pada semua alternatif jawaban. Butir soal yang baik jika omit paling banyak 10% dari peserta tes. 5). Validitas Soal tes bentuk objektif dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud dikenakannya pengukuran tersebut. Konsep validitas juga terkait dengan kecermatan pengukuran, yaitu kemampuan untuk mendeteksi perbedaan-perbedaan kecil sekalipun yang ada dalam atribut yang diukurnya. Secara empiris, suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila memenuhi dua criteria, yaitu: (a). instrumen tersebut harus mengukur konsep atau variable yang diharapkan hendak diukur dan harus tidak mengukur konsep atau variable lain yang tidak diharapkan untuk diukur, dan (b). instrumen tersebut dapat memprediksi perilaku yang lain yang berhubugan dengan variabel yang diukur. Analisis validitas dapat dilakukan pada dua kawasan yaitu analisis untuk keseluruhan isi instrumen dan analisis untuk masing-masing butir soal atau tes. 4 6). Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menggambarkan sejauhmana suatu instrumen dapat diandalkan. Analisis reliabilitas selalu dikaitkan dengan konsistensi pengukuran, yaitu bagaimana hasil pengukuran tetap (konstan) dari satu pengukuran kepengukuran yang lain. Untuk lebih memahami makna reliabilitas dapat didekati dengan memperhatikan tiga aspek yang terkait dengan alat ukur, yaitu: kemantapan, ketepatan, dan homogenitas. Kemantapan merujuk pada hasil pengukuran yang sama pada pengukuran berulang-ulang dalam kondisi yang sama. Ketepatan merujuk pada istilah tepat dan benar dalam mengukur dari sesuatu yang diukur. Artinya, instrumen tersebut memiliki pernyataan-pernyataan yang jelas, mudah dimengerti, dan detail. Homogenitas merujuk pada tingkat keterkaitan yang erat antar unsurunsurnya. 2. Mengolah Dan Memanfaatkan Hasil Penilaian a. Mengolah Hasil Tes Data yang terkumpul dari penilaian dengan teknik tes akan berupa data kuantitatif. Data tersebut merupakan data mentah yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Guru melaksanakan penilaian hasil belajar sesuai perencanaan penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya. Setelah selesai melakukan penilaian (pengujian), Guru mengolah atau melakukan pemeriksaan hasil penilaian. Lembar jawaban bentuk pilihan ganda dapat diperiksa secara manual atau menggunakan alat pemindai. Lembar jawaban soal bentuk uraian diperiksa secara manual oleh Guru sesuai mata pelajaran dengan mengacu pada pedoman penskoran. Apabila dalam suatu tes terdapat dua bentuk soal, yaitu uraian dan soal objektif (misalnya pilihan ganda), maka nilai akhir merupakan gabungan nilai soal pilihan ganda dan nilai soal uraian, sesuai dengan bobot yang telah direncanakan. Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut: 1. Melakukan Pensekoran, yakni memberikan skor pada hasil penilaian yang dapat dicapai oleh responden (peserta didik). Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan kunci jawaban, kunci pensekoran dan pedoman pengangkaan. Tiga macam alat bantu penskoran atau pengangkaan berbeda-beda cara penggunaannya untuk setiap butir soal yang ada dalam alat penilai. 2. Mengkonversi skor mentah menjadi skor standar, yakni menghitung untuk mengubah skor yang diperoleh peserta didik yang mengerjakan alat penilaian disesuaikan dengan norma yang dipakai. 5 3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, yakni kegiatan akhir dari pengolahan hasil penilaian yang berupa pengubah skor ke nilai, baik berupa huruf atau angka. Hasil pengolahan hasil penilaian ini akan digunakan dalam kegiatan penafsiran hasil penilaian. Untuk memudahkan penafsiran hasil penilaian, maka hasil akhir pengolahan hasil penilaian dapat diadministrasikan dengan baik. Setelah data hasil tes diolah, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data sehingga dapat memberikan makna. Interpretasi terhadap suatu hasil tesdidasarkan atas kriteria tertentu yang disebut norma. Norma bisa ditetapkan terlebih dahulu secara rasional dan sistematis sebelum kegiatan tes dilaksanakan. Guru dapat menggunakan kriteria yang bersumber pada tujuan atau kompetensi setiap mata pelajaran, yang dijabarkan menjadi indikator yang dapat diukur dan diamati. Untuk menafsirkan data, dapat digunakan dua jenis penafsiran data, yaitu penafsiran kelompok dan penafsiran individual. Penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil tes, seperti prestasi kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan distribusi nilai kelompok. Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan untuk melakukan penafsiran kelompok, untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada suatu kelompok, dan untuk mengadakan perbandingan antar kelompok. Penafsiran individual adalah penafsiran yang hanya tertuju pada individu saja. Pada prinsipnya nilai akhir suatu mata pelajaran adalah gabungan dari seluruh pencapaian KD yang ditargetkan. Dengan demikian, pendidik harus membuat tabel spesifikasi yang memuat macam KD dan pencapaian hasil setiap KD, termasuk aspek yang dinilai dalam setiap KD. Pendidik juga harus membuat pembobotan atas dasar hasil yang diperoleh sesuai dengan jenis penilaian yang dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa yang lebih penting adalah penilaian harus terbuka dalam arti bahwa peserta didik sejak awal sudah memahami bagaimana pendidik dalam menilai keberhasilan belajarnya. b. Memanfaatkan Hasil Tes Hasil tes atau hasil penilaian dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan dan perkembangan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan dalam tugas tertentu. Di samping itu hasil penilaian dapat juga memberi gambaran tingkat keberhasilan pendidikan 6 pada satuan pendidikan. Berdasarkan analisis hasil penilaian, dapat ditentukan langkah atau upaya yang harus dilakukan oleh pendidik dan peserta didik dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Oleh sebab itu hasil penilaian yang diperoleh harus diinformasikan langsung kepada peserta didik sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan peserta didik (assessment as learning), pendidik (assessment for learning), dan satuan pendidikan selama proses pembelajaran berlangsung (melalui Penilaian Harian/pengamatan harian) maupun setelah beberapa kali program pembelajaran (Penilaian Tengah Semester), atau setelah selesai program pembelajaran selama satu semester. Hasil penilaian berupa informasi tentang peserta didik yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan peserta didik yang belum mencapai KKM, perlu ditindaklanjuti dengan program pembelajaran remedial dan pengayaan bagi peserta didik yang telah melampaui KKM. Penilaian yang dilakukan oleh pendidik juga digunakan untuk mengetahui capaian akhir penguasaan kompetensi peserta didik yang dituangkan dalam rapor. Hasil penilaian merupakan cerminan prestasi dan tingkah laku peserta didik selama melakukan kegiatan belajar. Dengan melihat hasil akhir beserta keterangan yang ada peserta didik dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga dia dapat memperbaiki sikap dalam pembelajaran selanjutnya. Bagi pendidik, hasil belajar yang dicapai peserta didik merupakan cerminan prestasi dan kondisi yang dapat dicapainya dalam mengimplementasikan program pembelajaran yang sudah dirancang di dalam Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Oleh karena itu, hasil penilaian yang diperoleh peserta didik menjadi bahan untuk memperbaiki program pembelajaran yang disusunnya sekaligus mencari upaya untuk meningkatkan keprofesionalannya. Selain itu, pendidik bertanggung jawab pula untuk memperbaiki prestasi peserta didik yang belum berhasil melalui program perbaikan/remediasi. Bagi peserta didik yang sudah mencapai batas maksimum, pendidik dapat memberi program pengayaan dengan tujuan mengembangkan prestasinya. Hal yang tidak boleh dilupakan dalam pemanfaatan hasil penilaian peserta didik adalah untuk menyusun laporan hasil penilaian sebagai fungsí administrasi. 7 Pada prinsipnya nilai akhir suatu mata pelajaran adalah gabungan dari seluruh pencapaian KD yang ditargetkan. Dengan demikian, pendidik harus membuat tabel spesifikasi yang memuat macam KD dan pencapaian hasil setiap KD, termasuk aspek yang dinilai dalam setiap KD. Pendidik juga harus membuat pembobotan atas dasar hasil yang diperoleh sesuai dengan jenis penilaian yang dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa yang lebih penting adalah penilaian harus terbuka dalam arti bahwa peserta didik sejak awal sudah memahami bagaimana pendidik dalam menilai keberhasilan belajarnya.

m6 kb3 menulis tes hasil belajar

Kegiatan Belajar 3: Menulis Tes Hasil Belajar Uraian Materi Secara umum, langkah-langkah kegiatan penilaian hasil belajar yang dilakukan Guru meliputi: (1) Perencanaan penilaian dan pengembangan perangkat, (2) Pelaksanaan penilaian atau pengujian, (3) Penyekoran, (4) Pelaporan, dan (5) Pemanfaatan hasil penilaian. Salah satu kegiatan yang dilakukan Guru dalam perencanaan penilaian dan pengembangan perangkat adalah penulisan soal tes. 1. Penulisan Tes Guru harus memiliki pemahaman dan keterampilan untuk mengembangkan atau menulis instrumen penilaian, termasuk tes. Penulisan tes hendaknya dilakukan secara sistematis sesuai kaidah penulisan tes yang baik, yaitu melalui langkah-langkah: (a) Perumusan tujuan tes, (b) Penentuan bentuk pelaksanaan tes, (c) Penyusunan kisi-kisi tes, (d) Penulisan butir soal, (e) Penelaahan butir soal, (f) Uji coba/analisis, (g) Perakitan soal/perangkat tes. Setelah perakitan soal tes tersebut selesai dilakukan, maka perangkat tes siap digunakan untuk pelaksanaan tes. a. Merumuskan Tujuan Tes Perumusan tujuan tes harus dilakukan dengan memperhatikan untuk apa tes tersebut disusun. Tes hasil belajar disusun umumnya digunakan untuk penempatan, diagnostik, perkembangan hasil belajar, dan tujuan lainnya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan Guru di kelas atau laboratorium, perumusan tujuan tes mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Di dalam RPP umumnya telah tercantum tujuan pembelajaran, materi-materi sesuai Kompetensi Dasar (KD) yang akan diajarkan, dan indikator ketercapain KD. b. Menentukan Bentuk Pelaksanaan Tes Berdasarkan tujuan tes, langkah selanjutnya adalah menetapkan bentuk pelaksanaan tes. Secara umum tes dapat diklasifikasikan kedalam bentuk tes penampilan atau tes unjuk kerja, tes lisan, dan tes tertulis. Tes tertulis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tes bentuk uraian, dan tes bentuk objektif. Guru dalam menentukan bentuk tes harus mempertimbangkan tujuan tes, kesesuaian dengan KD atau karakteristik materi yang diujikan, peserta didik, fasilitas pendukung, dan berbagai hak terkait lainnya. c. Menyusun Kisi-Kisi Kisi-kisi adalah suatu format berbentuk matriks berisi informasi yang dapat dijadikan pedoman dalam menulis atau merakit soal. Kisi-kisi tes hendaknya memenuhi persyaratan berikut: (1) mewakili isi kurikulum yang akan diujikan, (2) komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami, dan (3) indikator soal harus jelas dan dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan. Langkah-langkah utama dalam menyusun kisi-kisi adalah sebagai berikut: (a) menentukan Kompetensi (KD) yang akan diukur; (b) memilih materi esensial yang representatif; dan (c) merumuskan indikator yang mengacu pada KD dengan memperhatikan materi. 1) Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar merupakan kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik setelah mempelajari materi pelajaran tertentu. KD ini diambil dari kurikulum yang digunakan sekolah. 2) Materi Materi merupakan materi esensial yang harus dikuasai peserta didik berdasarkan KD yang akan diukur. Kriteria pemilihan materi esensial antara lain: (a) materi yang sudah dipelajari sebelumnya, (b) penting dan harus dikuasai peserta didik, (c) sering diperlukan untuk mempelajari mata pelajaran lain, (d) berkesinambungan pada semua jenjang kelas, dan (e) memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari. 3) Indikator Indikator dijadikan acuan dalam membuat soal. Di dalam indikator tergambar kompetensi yang harus dicapai dalam KD. Kriteria perumusan indikator: (a) memuat ciri-ciri KD yang akan diukur, (b) memuat kata kerja operasional yang dapat diukur, (c) berkaitan dengan materi/konsep yang dipilih, (d) dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan. Komponen-komponen indikator soal yang perlu diperhatikan adalah subjek, perilaku yang akan diukur, dan kondisi/konteks/stimulus. Berikut merupakan salah satu contoh kisi-kisi penulisan soal (Direktorat Pembinaan SMP Kemdikbud, 2017). KISI-KISI PENULISAN SOAL Jenjang Pendidikan : SMP/MTs Mata Pelajaran : PPKn Kurikulum : 2013 Kelas : VIII Jumlah Soal : 3 Bentuk Soal : 2 PilihanGanda (PG) + 1 Uraian No. Kompetensi Dasar Kelas Materi Indikator soal Level kognitif No Soal Bentuk Soal 1 3.1 Menelaah Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa VIII Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Disajikan kasus pelanggaran HAM, peserta didik dapat menentukan sikap yang sesuai dengan Pancasila. Penerapan (L2) 1 PG 3.4 Menganalisa makna dan arti Kebangkitan nasional 1908 dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonsia VIII Makna dan arti Kebangkitan nasional 1908 dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonsia Peserta didik dapat menunjukkan pilihan tindakan dalam bidang politik sesuai makna Kebangkitan Nasional 1908.. Penerapan (L2) 2 PG Disajikan teks kasus keterbelakangan pendidikan di suatu daerah di Indonesia, peserta didik dapat memprediksi alternatif tindakan yang dapat digunakan sebagai solusi sesuai makna Kebangkitan Nasional 1908. Penalaran (L3) 3 Uraian d. Menulis Butir Soal Tes 1). Soal Tes Uraian Tes bentuk uraian dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu soal uraian bebas, dan soal uraian terbatas (terstruktur). Tes bentuk uraian bebas memberi kebebasan kepada peserta tes untuk memberikan jawaban selengkap mungkin. Pada tes bentuk uraian terbatas, jawaban yang diberikan peserta tes dibatasi berdasarkan aspek-aspek khusus dari mata pelajaran yang diujikan. Di samping itu, bentuk soal uraian dapat dibedakan menjadi soal uraian objektif dan uraian non objektif. Soal bentuk uraian objektif adalah rumusan soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan konsep tertentu, dan dapat diidentifikasi kata-kata kunci jawabannya, sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Soal bentuk uraian non-objektif adalah rumusan soal yang menuntut sehimpunan jawaban berupa konsep menurut pendapat masing-masing siswa. Penskorannya sukar dilakukan secara objektif, dan sulit diidentifikasi kata-kata kunci jawabannya, sehingga skor diberikan dalam bentuk rentang yang sifatnya holistik. Pada tahap menulis butir soal tes, kita menulis soal berdasarkan indikator-indikator yang ada pada kisi-kisi soal. Setiap indikator soal dapat dituangkan menjadi satu atau lebih butir soal sesuai dengan tuntutan indikator. Kaidah-kaidah penyusunan soal tes uraian antara lain: Soal harus sesuai dengan indikator; Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas; Isi materi sesuai dengan petunjuk pengukuran; Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas; Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai: seperti mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah; tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas dan terbaca, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna; Rumusan butir soal menggunakan bahasa sederhana dan komunikatif; Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik atau kelompok tertentu; Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Soal tes uraian harus dilengkapi dengan pedoman penskoran. Pedoman penskoran merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan tentang batasan atau kata-kata kunci atau konsep untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian objektif dan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang diharapkan atau kriteria-kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif. Pedoman penskoran untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah penulisan soal. Berikut ini merupakan contoh kisi-kisi soal uraian, dan pedoman penskorannya (Direktorat Pembinaan SMP Kemdikbud, 2017). Jenis Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : PPKn Kurikulum : 2013 Bentuk soal : Uraian Tahun Pelajaran : 2017/2018 No. Kompetensi Dasar Bahan/ Kelas Semester Konten /Materi Level Kognitif Indikator Soal Nomor Soal 1 1 Menganalisis proses perumusan dan penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara VII/1 BPUPKI 2 Peserta didik dapat menjelaskan latar belakang pembentukan BPUPKI 1 - Contoh Soal Uraian: Tuliskan 3 (tiga) alasan Jepang mengijinkan pembentukan BPUPKI. - Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian No. Soal Kunci Jawaban Skor 1 Jepang mengalami kekalahan perang di wilayah Asia Pasifik. 1 Pembentukan BPUPKI diperbolehkan dengan tujuan rakyat 2 Indonesia membantu Jepang dalam perang dunia ke-2. Desakan kaum pergerakan Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. 1 Skor Maksimum 4 2 ………………………………………………………………. Skor Maksimum … ………………………………………………………………. ………………………………………………………………. Skor Maksimum Total Skor Maksimum 2). Soal Tes Objektif (a) Bentuk Soal Pilihan Ganda Tes bentuk pilihan ganda merupakan jenis tes yang paling banyak digunakan. Soal pilihan ganda adalah soal yang jawabannya harus dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Butir soal ini memiliki alternative jawaban lebih dari dua. Umumnya alternative jawabannya 4 (empat) atau 5 (lima). Soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pokok soal memuat masalah atau materi atau kemampuan yang akan diukur atau ditanyakan kepada peserta tes. Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor) yang berhubungan dengan materi yang diukur atau ditanyakan. (b) Bentuk Soal Benar Salah Bentuk soal ini menuntut peserta didik (peserta tes) untuk memilih dua ke- mungkinan jawaban. Bentuk kemungkinan jawaban yang sering digunakan adalah “Benar dan Salah” atau “Ya dan Tidak”. Peserta tes diminta untuk memilih jawaban benar atau salah untuk pernyataan yang disajikan. (c) Bentuk Soal Menjodohkan Bentuk soal menjodohkan terdiri dari dua kelompok pernyataan. Kelompok pertama ditulis pada lajur sebelah kiri, biasanya merupakan pernyataan soal atau pernyataan stimulus. Kelompok kedua ditulis pada lajur sebelah kanan, biasanya merupakan pernyataan jawaban atau pernyataan respon. Peserta tes diminta untuk menjodohkan atau memilih pasangan yang tepat bagi pernyataan yang ditulis pada lajur sebelah kiri di antara pernyataan yang ditulis pada lajur sebelah kanan. Dalam menyusun soal bentuk menjodohkan terdapat kaidah penulisan yang harus diperhatikan yaitu: menuliskan seluruh pernyataan dalan lajur kiri maupun kanan dengan materi sejenis; pernyataan jawaban lebih banyak dari pernyataan soal; menyusun jawaban yang berbentuk angka secara berurutan dari besar ke kecil atau sebaliknya; dan menuliskan petunjuk mengerjakan tes yang jelas dan mudah dipahami. e. Menelaah Butir Soal Butir-butir soal yang sudah ditulis harus ditelaah terlebih dulu sebelum digunakan. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat sejauhmana kualitas soal ditinjau dari substansi materi, konstruksi, dan bahasa yang digunakan. Telaah aspek materi berkaitan dengan kesesuaian materi soal dengan indikator kompetensi. Telaah aspek konstruksi berkaitan dengan kesesuaian format penulisan soal dengan kaidah-kaidah penulisan soal yang baik. Telaah aspek bahasa berkaitan dengan ketepatan penggunaan bahasa sehingga mudah dimengerti. f. Uji coba dan analisis Perangkat soal yang sudah ditelaah secara teoritis perlu juga ditelaah secara empiris. Untuk telaah empiris diperlukan data-data dari lapangan. Oleh karena itu, perangkat soal yang sudah ditelaah secara teoritis perlu dilakukan uji coba untuk mendapatkan data dari lapangan. Berdasarkan analisis data lapangan dapat dilakukan koreksi dan revisi butir-butir soal yang tidak memenuhi persyaratan. Di samping itu, berdasarkan analisis data lapangan juga dapat diketahui seberapa jauh tingkat kualitas soal terutama menyangkut masalah tingkat kesukaran, daya beda, keberfungsian pengecoh, validitas, dan reliabilitas. g. Merakit Perangkat Tes Butir-butir soal yang sudah memenuhi persyaratan selanjutnya dirakit menjadi satu perangkat tes. Dalam perakitan perangkat tes perlu memperhatikan identitas soal, petunjuk pengerjaan, urutan nomor soal, pengelompokkan bentuk-bentuk soal, dan tata letak penulisan. Rangkuman Penulisan tes hasil belajar hendaknya dilakukan secara sistematis sesuai kaidah penulisan tes yang baik, yaitu melalui langkah-langkah: (a) Perumusan tujuan tes, (b) Penentuan bentuk pelaksanaan tes, (c) Penyusunan kisi-kisi tes, (d) Penulisan butir soal, (e) Penelaahan butir soal, (f) Uji coba/analisis, (g) Perakitan soal/perangkat tes. Setelah perakitan soal tes tersebut selesai dilakukan, maka perangkat tes siap digunakan untuk pelaksanaan tes. Perumusan tujuan tes harus dilakukan dengan memperhatikan untuk apa tes tersebut disusun. Tes hasil belajar disusun umumnya digunakan untuk penempatan, diagnostik, perkembangan hasil belajar, dan tujuan lainnya. Berdasarkan tujuan tes, langkah selanjutnya adalah menetapkan bentuk pelaksanaan tes, misalnya tes tertulis bentuk uraian. Langkah-langkah menyusun kisi-kisi: (a) menentukan Kompetensi (KD) yang akan diukur; (b) memilih materi esensial yang representatif; dan (c) merumuskan indikator yang mengacu pada KD dengan memperhatikan materi. Kaidah-kaidah penyusunan soal tes uraian antara lain: Soal harus sesuai dengan indikator; Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas; Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai; Tabel, gambar, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas dan terbaca, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna; Rumusan butir soal menggunakan bahasa sederhana dan komunikatif. Soal tes hendaknya memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas,

mg kb 2 penilaian otentik

Kegiatan Belajar 2. Penilaian Otentik (Authentic Assessment) Uraian Materi 1. Hakikat Penilaian Otentik Penilaian otentik adalah merupakan salah satu bentuk penilaian hasil belajar peserta didik yang didasarkan atas kemampuannya menerapkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan yang nyata di sekitarnya. Makna otentik adalah kondisi yang sesungguhnya berkaitan dengan kemampuan peserta didik. Dalam kaitan ini, peserta didik dilibatkan secara aktif dan realisitis dalam menilai kemampuan atau prestasi mereka sendiri. Dengan demikian, pada penilaian otentik lebih ditekankan pada proses belajar yang disesuaikan dengan situasi dan keadaan sebenarnya, baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas. Pada penilaian otentik, peserta didik diarahkan untuk melakukan sesuatu dan bukan sekedar hanya mengetahui sesuatu, disesuaikan dengan kompetensi mata pelajaran yang diajarkan. Di samping itu, pada penilaian otentik, penilaian hasil belajar peserta didik tidak hanya difokuskan pada aspek kognitif, tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotorik. Dibandingkan dengan penilaian tradisonal yang selama ini banyak dilakukan oleh peendidik, penilaian otentik lebih dapat menunjukkan hasil belajar yang komprehensip. Beberpa kelebihan penilaian otentik antara lain: a.Peserta didik diminta untuk menunjukkan kemampuan melakukan tugas yang lebih kompleks yang mewakili aplikasi yang lebih bermakna dalam dunia nyata. b.Peserta didik diminta untuk menganalisis, mensintesis, dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari. c. Peserta didik untuk memilih dan mengonstruksi jawaban yang menunjukkan kemampuannya. d.Peserta didik diminta untuk membuktikan kemampuannya secara langsung melalui aplikasi dan konstruksi pengetahuan yang dimilikinya. Dilihat dari sifat dan proses pelaksanaannya, penilaian otentik sering disamakan artinya dengan beberapa istilah dalam penilaian, yaitu penilaian berbasis kinerja, penilaian langsung, dan penilaian alternatif. Penilaian otentik diseebut juga sebagai penilaian berbasis kinerja karena peserta didik diminta untuk melakukan tugas-tugas belajar yang bermakna. Penilaian otentik disebut juga sebagai penilaian langsung karena mampu memberikan bukti secara langsung dan aplikasi bermakna dari pengetahuan dan keterampilan. Penilaian otentik disebut juga dengan istilah penilaian alternatif karena penilaian otentik merupakan suatu 2 alternatif bagi penilaian tradisional.Jadi dapat dikatakan bahwa penilaian otentik merupakan penilaian yang menyeluruh berkaitan dengan kompetensi dalam belajar, baik dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan maupun psikomotor. Di samping itu, penilaian otentik lebih mengutamakan proses daripada hasil pembelajaran dan lebih menekankan praktek daripada teori yang diterima di kelas, yang kesemuanya dilakukan sesuai dengan kondisi yang nyata di lapangan. Prinsip dasar penilaian otentik dalam pembelajaran adalah peserta didik harus dapat mendemonstrasikan atau melakukan apa yang mereka ketahui. Penilaian otentik perlu dilakukan karena beberapa hal, yaitu a. Penilaian otentik merupakan penilaian secara langsung terhadap kemampuan dan kompetensi peserta didik. b. Ppenilaian otentik memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengkonstruksikan hasil pembelajaran. c. penilaian otentik mengintegrasikan kegiatan belajar, mengajar, dan penilaian. d. penilaian otentik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendemonstrasikan kemampuannya yang beragam. 2. Ruang Lingkup Penilaian Otentik Penilaianotentik adalah penilaian yang dilakukan secara menyeluruh berimbang antara kompetensi pengetahuan, sikap,dan keterampilan. a. Sasaran penilaian pada aspek pengetahuan adalah sebagai berikut: Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge) adalah kemampuan peserta didik untuk mengingat-ingat kembali (recall) istilah, fakta- fakta, metode, prosedur, proses, prinsipprinsip, pola, struktur atau susunan. Contoh beberapa kata kerja operasional adalah : mengutip, meniru, mencontoh, membuat label, membuat daftar, menjodohkan, menghafal, menyebutkan , mengenal, mengingat, menghubungkan, membaca, menulis, mencatat, mentabulasi, mengulang, menggambar, memilih dan memberi kode. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang dalam: menafsirkan suatu informasi, menentukan implikasi-implikasi, akibat-akibat maupun pengaruhpengaruh.Beberapa kata kerja operasional adalah memperkirakan, mencirikan, merinci, mambahas, menjelaskan, menyatakan, mengenali, menunjukkan, melaporkan, mengulas, memilah, menceritakan, menerjemahkan, mengubah, mempertahankan, mempolakan, mengemukakan, menyipulkan, meramalkan, dan merangkum. 3 Penerapan (application) adalah kemampuan menerapkan abstraksi-abstraksi: hukum, aturan, metoda, prosedur, prinsip, teori yang bersifat umum dalam situasi yang khusus. Beberapa kata kerja operasional adalah menyesuaikan, menentukan, mencegah, memecahkan, menerapkan, mendemonstrasikan, mendramatisasikan, menggunakan, menggambarkan, menafsirkan, menjalankan, menyiapkan, mempraktekkan, menjadwalkan, membuat gambar, mensimulasikan, mengoperasikian, memproduksi, mengkalkulasi, dan menyelesaikan (masalah). Analisis (analysis) adalah kemampuan menguraikan informasi ke dalam bagianbagian, unsur-unsur, sehingga jelas: urutan ide-idenya, hubungan dan interaksi diantara bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah menganalisis, menghitung, mengelompokkan, membandingkan, membuat diagram, meneliti, melakukan percobaan, mengkorelasikan, menguji, mengkorelasikan, merasionalkan, menginventarisasikan, menanyakan, mentransfer, menelaah, mendiagnosis, mengaitkan, dan menguji. Evaluasi/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk menilai ketepatan: teori, prinsip, metoda, prosedur untuk menyelesaikan masalah tertentu. Beberapa kata operasional yang menunjukkan kemampuan pada tingkat analisis ini antara lain adalah mendebat, menilai, mengkritik, membandingkan, mempertahankan, membuktikan, memprediksi, memperjelas, memutuskan, memproyeksikan, menafsirkan, mempertimbangkan, meramalkan, memilih, dan menyokong. Kreatif adalah kemampuan mengambil informasi yang telah dipelajari dan melakukan sesuatu atau membuat sesuatu yang berbeda dengan informasi itu. Beberapacontoh kata kerja operasional adalah membangun, mengkompilasi, menciptakan, mengabstraksi, mengarang, mengkategorikan, merekonstruksi, memproduksi, memadukan, mereparasi, menanggulangi, menganimasi, mengoreksi, memfasilitasi, menampilkan, menyiapkan, mengatur, merencanakan, meningkatkan, merubah, mendesain, menyusun, memodifikasi, menguraikan, menggabungkan, mengembangkan, menemukan, dan membuat. b. Sasaran penilaian pada aspek sikap adalah sebagai berikut: Menerima (receiving) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah memilih, mempertanyakan, mengikuti, memberi, menganut, mematuhi, meminati. 4 Menanggapi (responding) adalah kemampuan seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah menjawab, membantu, mengajukan, mengompromikan, menyenangi, menyambut, menampilkan, mendukung, menyetujui, menampilkan, mepalorkan, mengatakan, menolak. Menilai (valuing) adalah kemampuan seseorang untuk menghargaiatau menilai sesuatu. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah mengasumsikan, meyakini, melengkapi, meyakinkan, memperjelas, memprakarsai, mengimani, mengundang, menggabungkan, memperjelas, mengusulkan, menekankan, menyumbang. Mengelola/mengatur (organization) adalah kemampuan seseorang untuk mengatur atau mengelola perbedaan nilai menjadi nilai baru yang universal. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah mengubah, menata, mengklasifikasi, mengkombinasikan, mempertahankan, membangun, membentuk pendapat, memadukan, mengelola, mengorganisasi, menegosiasi, merembuk. Menghayati (characterization) adalah kemampuan seseorang untuk memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya dalam waktu yang cukup lama dan menjadi suatu pilosofi hidup yang mapan. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah mengubah perilaku, barakhlak mulia, mempengaruhi, mendengarkan, mengkualifikasi, melayani, menunjukkan, membuktikan, memecahkan c. Sasaran penilaian pada aspek keterampilan sebagai berikut: Persepsi (perception) mencakup kemampuan mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua atau lebih perangsang menurut ciri-ciri fisiknya.Beberapa contoh kata kerja operasional adalah mengidentifikasi, mempersiapkan, menunjukkan, memilih, membedakan, menyisihkan, dan menghubungkan. Kesiapan (set) yakni menempatkan diri dalam keadaan akan memulai suatu gerakan. Beberapa kata kerja opersional antara lain menunjukkan, menafsirkan, menerjemahkan, memberi contoh, mengklasifikasikan, merangkum, memetakan menginterpolasikan, mengekstrapolasikan, membandingkan, dan mengkontraskan, Gerakan terbimbing (guided response) yaitu kemampuan untuk melakukan serangkaian gerak sesuai contoh. Contoh kata kerja operasional antara adalah mendemonstrasikan, melengkapi, menunjukkan, menerapkan, dan mengimplementasikan. 5 Gerakan terbiasa (mechanical response) berupa kemampuan melakukan gerakan dengan lancar karena latihan cukup. Contoh kata kerja operasional antara lain menguraikan, menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, membuat pola, dan menyusun. Gerakan kompleks (complex response) mencakup kemampuan melaksanakan keterampilan yang meliputi beberapa komponen dengan lancar, tepat, urut, dan efisien. Contoh kata kerja operasional antara lain membuat hipotesis, merencanakan, mendesain, menghasilkan, mengkonstruksi, menciptakan, dan mengarang. Penyesuaian pola gerakan(adjusment) yaitu kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerakan sesuai kondisi yang dihadapi.Beberapa contoh kata kerja operasional adalah mengubah, mengadaptasikan, mengatur kembali, dan membuat variasi. Kreativitas(creativity) yang berupa kemampuan untuk menciptakan pola gerakan baru berdasarkan inisiatif dan prakarsa sendiri. Contoh kata kerja operasional adalah merancang, menyusun, menciptakan, mengkombinasikan, dan merencanakan. 3. Karakteristik Penilaian Otentik Peniaian otentik memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dengan penilaian tradisional. Beberapa karakteristik tersebut adalah: a. Penilaian otentik dapat digunakan untuk keperluan penilaian yang bersifat formatif atau sumatif. b. Penilaian otentik tidak digunakan semata untuk pengetahuan saja tetapi juga menyangkut aspek sikap dan kinerja. c. Penilaian otentik dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga dapat mengukur perkembangan kemampuan peserta didik. d. Penilaian otentik dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk pengembangan kompetensi pesertadidik secara komprehensif. Pada pelaksanaan penilaian otentik dalam pembelajaran peserta didik diminta mendemonstrasikan atau melakukan apa yang mereka ketahui. Oleh karena itu, penilaian otentik menjadi penting untuk dilakukan oleh pendidik karena beberapa hal, yaitu a. Penilaian otentik merupakan penilaian secara langsung terhadap kemampuan dan kompetensi peserta didik. b. Penilaian otentik memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengkonstruksikan hasil pembelajaran. c. Penilaian otentik mengintegrasikan kegiatan belajar, mengajar, dan penilaian. 6 d. Penilaian otentik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendemonstrasikan kemampuannya yang beragam. 4. Model Penilaian Otentik Model penilaian yang dapat dikembangkan untuk kegiatan penilaian otentik antara lain penilaian kinerja, penilaian proyek, penilaian portofolio, penilaian diri, penilaian antar teman, jurnal, penilaian tertulis, eksperimen atau demonstrasi, pertanyaan terbuka, pengamatan, menceriakan kembali teks, dan menulis sampel teks. . a. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja sering disebut sebagai penilaian unjuk kerja (performance assessment). Bentuk penilaian ini digunakan untuk mengukur status kemampuan belajar peserta didik berdasarkan hasil kerja dari suatu tugas. Pada penilaian kinerja peserta didik diminta untuk mendemonstrasikan tugas belajar tertentu dengan maksud agar peerta didik mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Instrumen yang dapat digunakan untuk merekam hasil belajar pada penilaian kinerja ini antara lain: daftar cek (check list), catatan anekdot/narasi, skala penilaian ( rating scale). b. Penilaian Proyek Penilaian proyek (project assessment)adalah bentuk penilaian yang diujudkan dalam bentuk pemberian tugas kepada peserta didik secara berkelompok. Penilaian ini difokuskan pada penilaian terhadap tugas belajar yang harus diselesaikan oleh peserta didik dalam periode/waktu tertentu. Penilaian proyek dapat juga dikatakan sebagai penilaian berbentuk penugasan yang bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta didik menghasilkan karya tertentu yang dilakukan secara berkelompok. Dengan menggunakan penilaian proyek pendidik dapat memperoleh informasi berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam hal pengetahuan, pemahaman, aplikasi, sintesis informasi atau data, sampai dengan pemaknaan atau penyimpulan. c. Penilaian Portofolio Penilaian portofolio merupakan salah satu penilaian otentik yang dikenakan pada sekumpulan karya peserta didik yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu. Karya-karya ini berkaitan dengan mata pelajaran dan disusun secara 7 sistematis dan terogansir . Proses penilaian portofolio dilakukan secara bersama antara antara peserta didik dan guru.Hal ini dimaksudkan untuk menentukan fakta-fakta peserta didik dan proses bagaimana fakta-fakta tersebut diperoleh sebagai salah satu bukti bahwa peserta didik telah memiliki kompetensi dasar dan indikator hasil belajar sesuai dengan yang telah ditetapkan. Untuk melakukan penilaian portofolio secara tepat perlu memperhatikan hal-hal seperti berikutini, yaitu: kesesuaian,saling percaya antara pendidik dan peserta didik, kerahasiaan bersama antara pendidik dan peserta didik, kepuasan, milik bersama antara pendidik guru dan peserta didik, penilaian proses dan hasil. d. Jurnal Jurnal belajar merupakan rekaman tertulis tentang apa yang dilakukan peserta didik berkaitan dengan apa-apa yang telah dipelajari. Jurnal belajar ini dapat digunakan untuk merekam atau meringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan topik-topik kunci yang dipelajari. Misalnya, perasaan siswa terhadap suatu pelajaran, kesulitan yang dialami, atau keberhasilan di dalam memecahkan masalah atau topik tertentu atau berbagai macam catatan dan komentar yang dibuat siswa.Jurnal merupakan tulisan yang dibuat peserta didik untuk menunjukkan segala sesuatu yang telah dipelajari atau diperoleh dalam proses pembelajaran. Jadi, jurnal dapat juga diartikan sebagai catatan pribadi siswa tentang materi yang disampaikan oleh guru di kelas maupun kondisi proses pembelajaran di kelas. e. Penilaian Tertulis Penilaian tertulis mensuplai jawaban isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek dan uraian. Penilaian tertulis yang termasuk dalam model penilaian otentik adalah penilaian yang berbentuk uraian atau esai yang menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan sebagainya atas materi yang telah dipelajari. Penilaian ini sebisa mungkin bersifat komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal seperti kesesuaian soal dengan indikator pada kurikulum, konstruksisoal atau pertanyaan harus jelas dan tegas, dan bahasa yang digunakan tidak menimbulkan penafsiran ganda. f. Penilaian Diri Penilaian diri(self assessment)adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan proses dan tingkat pencapaian 8 kompetensi yang diperolehnya dalam pelajaran tertentu. Dalam proses penilaian diri, bukan berarti tugas pendidik untuk menilai dilimpahkan kepada peserta didik semata dan terbebas dari kegiatan melakukan penilaian. Dengan penilaian diri, diharapkan dapat melengkapi dan menambah penilaian yang telah dilakukan pendidik. Untuk melaksanakan penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu memperhatikan hal-halseperti: menentukan terlebih dahulu kompetensi atau aspek apa yang akan dinilai; langkah berikutnya menentukan criteria penilaian yang akan digunakan; merancang format penilaian yang akan digunakan seperti pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau skala penilaian; peserta didik diminta untuk melakukan penilaian diri; pendidik mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif; dan pendidik menyampaikan umpan balik kepada peserta didik yang didasarkan pada hasil kajian terhadap sampel hasil penilaian yang diambil secara acak. g. Penilaian Antarteman Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peseta didik untuk saling menilai temannya terkait dengan pencapain kompetensi, sikap, dan perilaku keseharian peserta didik. Penilaian ini dapat dilakukan secara berkelompok untuk mendapatkan informasi sekitar kompetensi peserta didik dalam kelompok. Informasi inidapat dijadikan sebagai bahan menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. h. Pertanyaan Terbuka Ppenilaian otentik juga dilakukan dengan cara meminta peserta didik membaca materi pelajaran, kemudian merespon pertanyaan terbuka. Penilaian ini lebih difokuskan terhadap bagaimana peserta didik mengaplikasikan informasi daripada seberapa banyak peserta didik memanggil kembali apa yang telah diajarkan. Pertanyaan terbuka tesebut harus dibatasi supaya jawabannya tidak terlalu luas dan bermakna sesuai dengan tujuannya. i. Menceritakan Kembali Teks atau Cerita Menceritakan kembali teks atau cerita merupakan model penilaian otentik yang meminta peserta didik membaca atau mendengarkan suatu teks kemudian menceritakan kembali ide pokok atau bagian yang dipilihnya. Penilaian model ini dimaksudkan untuk mengetahui keampuan peserta didik dalam mengungkapkan kembali apa yang sudah dibaca tidak sebatas pada apa yang didengar. 9 j. Menulis Sampel Teks Menulis sampel teks adalah bentuk penilaian yang meminta peserta didik untuk menulis teks narasi, ekspositori, persuasi, atau kombinasi berbeda dari teks-teks tersebut. Penggunaan model penilaian ini disarankan menggunakan rubrik yang dapat menilai secara analitis dan menyeluruh dalam ranah penulisan, seperti kosakata, komposisi, gaya bahasa, konstruksi kalimat, dan proses penulisan. k. Ekperimen atau Demonstrasi Pada penilaian melalui eksperimen atau demonstrasi peserta didik diminta melakukan eksperimen dengan bahan sebenarnya atau mengilustrasikan bagaimana sesuatu bekerja. Peserta didik dapat dinilai dengan menggunakan rubrik berdasarkan semua aspek yang dilakukan sesuai dengan karakteristik materi yang dieksprimenkan. l. Pengamatan Pada penilaian dengan pengamatan pendidik mengamati perhatian peserta didik dalam mengerjakan tugas, responnya terhadap berbagai jenis tugas, atau interaksi dengan peserta didik lain ketika sedang bekerja kelompok. Pengamatan dapat dilakukan dalam pembelajaran secara spontan maupun dengan perencanaan sebelumnya. 5. Langkah-Langkah Penyusunan Penilaian Otentik Untuk dapat melaksanakan penilaian otentik secara tepat dan benar perlu diperhatikan beberapa langkah seperti berikut. a. Identifikasi dan Penentuan Standar yang akan dicapai.Tentukan kriteria keberhasilan belajar yang harus dikuasai oleh peserta didik secara jelas dan terukur. b. Penentuan Tugas Otentik . Tentukantugas-tugas belajar yang harus dikerjakan oleh peserta didik dengan memperhatikan keterkaitan antara kompetensi belajar dan dunia nyata. c. Pembuatan Kriteria Tugas Otentik. Kriteria dalam penilaian otentik digunakan untuk menilai seberapa baik peserta didik menyelesaikan tugas dan seberapa baik mereka telah memenuhi standar. Kemampuan peserta didik pada suatu tugas ditentukan dengan mencocokkan kinerja peserta didik terhadap seperangkat kriteria untuk menentukan sejauh mana kinerja peserta didik memenuhi kriteria untuk tugas tersebut. 10 d. Pembuatan Rubrik. Rubrik digunakan sebagai patokan untuk menentukan tingkat pencapaian peserta didik. Rubrik biasanya dibuat dengan berisi kriteria penting dan tingkat capaian kriteria yang bertujuan untuk mengukur kinerja peserta didik. Kriteria dirumuskan dengan kata-kata tertentu yang menunjukkan apa yang harus dicapai peserta didik. Tingkat capaian kinerja ditunjukkan dalam bentuk angka-angka, besarkecilnya angka tersebut bermakna tinggi rendahnya capaian hasil belajar peserta didik. e. Pengolahan Skor Penilaian Otentik. Hasil belajar peserta didik pada penilaian otentik berujud sekor. Sekor ini merupakanjumlah jawaban benar peserta didik yang merupakan hasil koreksi dari pendidik terhadap pekerjaan peserta didik. Proses penyekoran dapat dilakukan secara langsung, namundemikinaakan lebih baik jika proses penilaian menggunakan rubrik. Sekor hasil belajar otetik ini selanjutya dianalisis dan diolah menjadi nilai. Nilai ini menunjukkan bentuk kualitatif capaian hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran. 1. Tujuan Penilaian Otentik Penerapan penilaian otentik merupakan salah satu bentuk penilaian aternatif yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Dalam rangka menciptakan situasi dan kondisi lingkungan belajar yang kondusif untuk menumbuhkan keaktifan dan kreativitas peserta didik maka penilaian otentik adalah sangat tepat oleh pendidik. Secara rinci tujuan dilakukannya enilaian otentik antara lain adalah:penilaian autentik memiliki beberapa tujuan, yaitu: a. Melihat seberapa jauh tingkat kemampuan dan keterampilan peserta didik melaksanakan tugas-tugas tertentu. b. Menentukan berbagai macam kebutuhan yang diperlukan dalam pembelajaran. c. Menciptakan situasi belajar yang kondusif untuk menumbuhkan dan mendorong semagat belajar peserta didik. d. Membantu pendidik untuk membawa peserta didik dapat lebih baik. e. Membantu pendidik untuk menentukan strategi pembelajaran. f. Menunjang prinsip akuntabilitas sekolah sebagai lembaga pedidikan. g. Mendorong peningkatan kualitas pendidikan.

M6 KB1 pengukuran,evaluasi,penilaian,tes

Kegiatan Belajar 1: Pengertian Pengukuran, Penilaian, Tes, dan Evaluasi Uraian Materi 1. Pengukuran a. Batasan Pengukuran Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari semua orang pasti selalu melakukan pengukuran, misalnya mengukur waktu, kecepatan, jarak, berat, suhu, dan sebagainya. Hasil pengukuran tersebut selalu diikuti dengan satuan sesuai dengan karakteristik obyek yang diukur sehingga memberikan informasi yang bermakna. Tanpa ada satuan yang mengikuti hasil pengukuran maka informasi yang diperoleh tidak memberikan makna apa-apa. Intinya bahwa dalam melakukan pengukuran suatu obyek ukur diperlukan pengetahuan dan keterampilan menggunakan peralatan ukur dan kemampuan menginterpretasikan hasil pengukurannya. Demikian juga halnya dengan pengukuran hasil belajar. Batasan pengukuran (measurement) telah banyak dikemukakan oleh para ahli di bidang asesmen pembelajaran. Secara garis besar, pengukuran adalah proses pemberian angka atau bentuk kuntitatif pada objek-objek atau kejadian-kejadian menurut sesuatu aturan yang ditetapkan.Artinya, proses pemberian bentuk kuantitatif dalam pengukuran dilakukan atas dasar ketentuan atau aturan yang sudah disusun secara cermat. Dengan demikian, bentuk angka atau bilangan yang dikenakan kepada objek yang diukur dapat mempresentasikan secara kuantitatif sifat-sifat objek tersebut. Berdasarkan deskripsi di atas dapat dikemukakan bahwa pengukuran pada padasarnya adalah proses memberi bentuk kuantitatif pada atribut seseorang, kelompok atau objek-objek lainnya berdasarkan aturan-aturan atau formulasi yang jelas. Artinya, dalam memberiangka atau sekor pada subjek, objek atau kejadian harus menggunakan aturan-aturan atau formula yang jelas dan sudah disepakati bersama.Hal ini dimaksudkan agar angka atau sekor yang diberikan betul-betul dapat menggambarkan kondisi yang sesungguhnya dari orang, obyek, kejadian yang diukur. Semakin jauh seseorang meninggalkan aturan-aturan pengukuran maka semakin besar kesalahan pengukuran yang terjadi. b. Skala Penggukuran Karakteristik utama dalam proses pengukuran adalah adanya penggunaan angka (sekor) atau skala tertentu dan dalam menentukan angka tersebut didasarkan atas aturan atau 2 formula tertentu. Skala atau angka dalam pengukuran dapat diklasifikasikan kedalam 4 (empat) kategori, yaitu: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio. Skala nominal adalah skala yang bersifat kategorikal, jenis datanya hanya menunjukkan perbedaan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya, misalnya, jenis kelamin, golongan, organisasi, dan sebagainya. Sebagai contoh, golongan darah hanya dapat membedakan antara golongan darah A dan B, tetapi tidak bisa dikatakan bahwa golongan darah A lebih baik dari pada B. Jika golongan darah A diberi sekor 1 dan B diberi sekor 2 tidak berarti bahwa golongan darah B dengan simbol angka 2 lebih dari pada golongan dara A dengan simbol angka 1. Skala ordinal adalah skala yang menunjukkan adanya urutan atau jenjang tanpa mempersoalkan jarak antar urutan tersebut. Misalnya, prestasi peserta didik ranking 1, 2 dan 3. Ranging1 tidak berarti dua kali kecerdasan ranking 2, atau 3 kali kecerdasan ranking 3. Jarak kecerdasan antara peserta didik ranking 1 dan ranking 2 tidak sama dengan jarak kecerdasan antara peserta didik ranking 2 dan ranking 3, dan seterusnya. Skala interval adalah skala yang menunjukkan adanya jarak yang sama dari angka yang berurutan dari yang terendah ke tertinggi dan tidak memiliki harga nol mutlak, artinya harga 0 yang dikenakan terhadap sesuatu obyek menunjukkan bahwa nilai atau harga 0 tersebut ada (dapat diamati keberadaannya). Contoh sederhana skala interval misalnya, ukuran panjang suatu bendadalam satuan meter. Selisih jarak antara 1 meter dan 2 meter adalah sama dengan selisih jarak antara 3 meter dan 4 meter, dan seterusnya. Ukuran untuk suhu, selisih suhu antara -10C dan 00C adalah sama dengan selisih suhu antara 00 C dan 10 C. Skala rasio pada dasarnya sama dengan skala interval, bedanya skala rasio memiliki harga nol mutlak, artinya harga 0 tidak menunjukkan ukuran sesuatu (tidak ada). Misalnya, tinggi badan A 100 cm, tidak ada tinggi badan yang 0 cm. Berat badan 100 kg, tidakada berat badan 0 kg. Dalam kegiatan pengukuran, hasil pengukuran terhadap keberhasilan belajar peserta didik selalu dinyatakan dalam bentuk angka yang menggunakan skala angka dari 0 sampai dengan 10 atau dari 0 sampai dengan 100. Ketentuan kapan memberi angka 6,5 atau 65 pada hasil belajar seseorang harus didasarkan atas formula yang sudah disepakati. Formula ini harus bersifat terbuka sehingga diketahui oleh orang diukur. Untuk keperluan pendeskripsian terhadap hasil belajar, skala angka tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kualitatif. c. Kesalahan Pengukuran 3 Dalam proses pengukuran hasil belajar selalu melibatkan empat faktor yakni sipembuat alat ukur, individu/obyek yang diukur, alat ukur, dan lingkungan. Dengan demikian, dalam proses pengukuran selalu terjadi kesalahan pengukuran. Hal ini menunjukkan bahwa baik tidaknya hasil pengukuran sangat tergantung pada keempat faktor tersebut. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil pengukuran yang memiliki kesalahan pengukuran sekecil mungkin perlu memperhatikan keempat faktor di atas. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1) Si pembuat alat ukur harus memiliki kompetensi dalam mengembangkan dan menyusun alat ukur, mengoreksi hasil pengukuran, dan menginterpretasi hasil pengukuran. 2) Alat ukur harus memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas yang baik. Alat ukur berbentuk tes juga harus memenuhi persyaratan tingkat kesukaran, daya beda, dan keberfungsian pengecoh. 3) Individu yang diukur yang harus dalam kondisi yang baik, baik dari segi pisik maupun mental. 4) Lingkungan sekitar tempat dilakukan pengukuran harus kondusip sehingga tidak mengganggu kenyamanan proses pengukuran. 2. Penilaian a. Batasan Penilaian Istilah penilaian (assessment) sering disamaartikan dengan evaluasi (evaluation). Beberapa ahli mengatakan bahwa terdapat kesamaan pengertian antara evaluasi dan penilaian, namun para ahli lainnya menganggap bahwa kedua hal itu berbeda. Penilaian adalah proses pengumpulan informasi secara sistematis berkaitan dengan belajar siswa, pengetahuan, keahlian, pemanfaatan waktu, dan sumber daya yang tersedia dengan tujuan untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal yang mempengaruhi pembelajaran peserta didik. Penilaian adalah penggunaan berbagai macam teknik untuk mengumpulkan data yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan berkaitan dengan tingkat kemajuan belajar dan hasil pembelajaran. Berdasarkan uraian- uraian di atas dapat dideskripsikan batasan penilaian sebagai berikut. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan bentuk kualitatif kepada atribut atau karakteristik seseorang, kelompok, atau objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Penilaian merupakan kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Penilaian adalah proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang 4 diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes. Contoh hasil penilaian adalah penetapan lulus dan tidak lulus, kompeten dan tidak kompeten, baik dan tidak baik, memuaskan dan tidak memuaskan, dan sebagainya. Secara garis besar, penilaian dapat dibagi menjadi dua, yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian yang bersifat formatif dilakukan dengan maksud untuk mengetahui sejauhmanakah suatu proses pembelajaran berlangsung sudah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah direncanakan. Dengan kata lain, penilaian formatif dilakukan untuk mengetahui sejauhmanakah peserta didik menguasai materi ajar yang sudah disampaikan pada setiap kali pelaksanaan proses pembelajaran. Penilaian formatif dapat dilakukan pada setiap tatap muka atau beberapa kali tatap muka pada penyampaian materi pokok bahasan atau sub pokok bahasan. Penilaian yang bersifat sumatif dilakukan untuk mengetahui sejauhmanakah peserta didik telah menguasai materi ajar dalam periode waktu tertentu sehingga peserta didik dapat melanjutkan atau pindah ke unit pembelajaran berikutnya. b. Acuan Penilaian Dalam kegiatan penilaian pembelajaran dapat merujuk pada dua macam acuan yakni penilaian acuan norma (norm reference test) dan penilaian acuan kriteria/patokan (criterion reference test). Perbedaan utama antara kedua acuan tersebut adalah pada penafsiran skor hasil tes. Dengan demikian, informasi yang diperoleh memiliki makna yang berbeda satu sama lain. Kedua acuan tersebut menggunakan asumsi yang berbeda dalam melihat kemampuan seorang peserta didik. Penilaian acuan norma memiliki asumsi bahwa kemampuan belajar peserta didik adalah berbeda dengan peserta didik lain yang diukur dalam waktu yang sama. Pada acuan ini dapat dilihat posisi tiap peserta didik dibandingkan dengan kondisi kelompok dalam satu kelas. Dengan menggunakan rerata sekor dan simpangan baku nilai kelompok maka hasil penilaian dapat diaplikasikan pada analisis dengan menggunakan konsep distribusi normal.Penilaian acuan kriteria/patokan berasumsi bahwa kemampuan belajar semua peserta didik adalah sama untuk periode waktu yang berbeda. Tingkat kemampuan belajar antar peserta didik berbeda, ada yang relatif cepat dapat menyerap materi ajar, tetapi ada juga yang membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Hal ini membawa implikasi bahwa untuk membuat kemampuan semua peserta didik dalam satu kelas relatif sama atau memenuhi kriteria minimal diperlukan upaya-upaya pembelajaran yang relevan. Salah satu program pembelajaran yang digunakan untuk membawa peserta didik memiliki kompetensi memenuhi kriteria minimal adalah program remidial. 5 c. Prinsip-Prinsip Penilaian Dalam melaksanakan kegiatan pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik perlu diperhatikan kaidah-kaidah penilaian yang baik dan tepat.Untuk itu, penilaian hasil belajar harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: obyektip, terpadu, sistematis, terbuka, akuntabel, menyeluruh dan berkesinambungan, adil, valid, andal, dan manfaat. Obyektip dimaksudkan bahwa penilaian harus sesuai dengan kriteria atau ketentuan sudah ditetapkan dan tidak dipengaruhi faktor subyektivitas penilai atau pertimbanganpertimbangan lain yang tidak ada kaitannya dengan penilaian. Terpadu dimaksudkan bahwa penilaian harus memperhatikan dan memadukan kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik, baik yang menyangkut belajar pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Sistematis artinya, penilaian harus dilakukan secara terencana dan mengikuti tahapantaahaapan yang baku. Terbuka diartikan bahwa penilaian harus terbuka bagi siapa saja sehingga tidak ada hal-hal yang dirahasiakan dalam memutuskan hasil penilaian.Akuntabel diartikan bahwa penilaian yang sudah direncanakan dan dilakukan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang disepakati.Menyeluruh dan berkenambungan dimaknai bahwa setiap kegiatan penilaian harus memperhatikan semua aspek kompetensi dan bentuk penilaian yang tepat sehingga mampu menilai perkembangan kompetensi peserta didik. Adil dimaksudkan bahwa dalam penilaian harus menguatamakan keadilan sehingga tidak ada peserta didik yang diuntungkan atau merasa dirugikan dilihat dari aspek apapun. Valid adalah bahwa penilaian harus mampu mengukur kompetensi hasil belajar sesuai dengan indikator yang sudah ditetapkan sehingga penilaian tersebut tepat sasaran. Andal diartikan penilaian harus dapat dipercaya dan memberikan hasil yang stabil pada pengukuran berulang. Manfaat artinya bahwa penilaian harus dapat memberikan nilai tambah, memberi kebermaknaan, dan kebermanfaatan khususnya bagi peserta didik. d. Bentuk Penilaian Untuk memperoleh data hasil penilaian yang akurat, otentik dan bermakna, maka pendidik dapat menggunakan berbagai teknik penilaian secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Dengan mengkombinasikan berbagai teknik penilaian akan memberikan informasi yang lengkap tentang hasil belajar yang sesungguhnya. Beberapa bentuk penilaian yang bisa digunakan antara lain: tes kinerja sering 6 juga disebut tes unjuk kerja (performance test), observasi, tes tertulis, tes lisan, penugasan, portofolio, wawancara, tes inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar teman. 3. Tes a. Batasan Tes Untuk dapat melaksanakan pengukuran diperlukan alat untuk mengukur yaitu tes. Tes adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang memiliki jawaban yang benar. Pertanyaan atau pernyataan tersebut menuntut adanya keharusan orang yang diuji untuk menjawab dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari orang yang diuji tersebut. Dalam menjawab pertanyaan atau pernyataan tersebut harus mengikuti aturan-aturan atau petunjuk yang sudah dirumuskan. Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis untuk mengukur karakteristik orang atau obyek tertentu dengan ketentuan atau cara yang sudah ditentukan. b. Macam-Macam Tes Secara umum tes dapat dipilahkan kedalam bentuk tes penampilan atau unjuk kerja (performance test), tes lisan, dantes tulis. Tes penampilan adalah tes dalam bentuk tindakan atau unjuk kerja untuk mengukur seberapajauh seseorang dapat melakukan sesuatu tugas atau pekerjaan sesuai dengan standar atau kriteria yang ditetapkan. Misalnya tes keterampilan dalam mengoperasikan alat atau peralatan seperti komputer, peralatan produk teknologi, memperagakan gerakan, dan kegiatan belajar lain yang sejenis. Dengan menggunakan tes penampilan atau tes keterampilan maka dapat diketahui secara langsung tingkat atau kualitas keterampilan peserta didik yang sudah dirumuskan dan ditetapkan dalam kompetensi dasar. Di samping itu, tes keterampilan atau tes praktek dapat berfungsi sebagai media belajar untuk mengurangi kejenuhan. Namun demikian, penggunaan tes keterampilan akan menghadapi kendala jika peralatan yang digunakan tidak memadai untuk mendukung pelaksanaan tes itu sendiri. Dilihat dari segi biaya, tes keterampilan relatif mahal manakala dibutuhkan kelengkapan fasilitas tes keterampilan yang lebih kompleks. Tes lisan (oral test) yang dilaksanakan secara lisan, soal atau pertanyaan diberikan secara lisan dan jawaban yang diberikan juga dinyatakan secara lisan. Tes tulis (written test) adalah tes yang dilaksanakan secara tertulis, pertanyaan atau soal dinyatakan secara tertulis dan jawaban yang diberikan oleh peserta tes juga dinyatakan secara tertulis. Tes tulis dapat dikelompokkan menjadi dua yakni tes bentuk uraian (essay test) dan tes bentuk obyektif (objective test). Tes bentuk uraian adalah tes yang jawabannya tidak disediakan pada lembar 7 soal, tetapi harus diungkap atau diberikan sendiri oleh peserta tes. Pengungkapan jawaban oleh peserta tes sangat bervariasi dilihat dari sisi gaya bahasa dan keluasan lingkup jawaban. Berdasarkan sifat jawaban inilah maka tes bentuk uraian dapat dipilah menjadi uraian bebas dan uraian terbatas. Tes uraian bebas memberi keleluasaan pada peserta tes untuk mengungkapkan secara panjang lebar jawaban yang diberikan. Tes uraian terbatas membatasi peserta tes dalam menjawab berdasarkan aspek-aspek tertentu dari materi yang diujikan. Tes bentuk obyektip adalah yang jawabannya disediakan oleh pembuat soal, peserta tes hanya memilih jawaban yang benar dengan cara memberi tanda silang (X), tanda centang (V), atau lingkaran (O). Secara umum tes bentuk obyektip dapat dipilahkan menjadi dua yaitu tes menyajikan (supply test) dan tes pilihan (selection test). Tes bentuk pilihan (selection test) dapat dipilah menjadi benar – salah (true – false), menjodohkan (matching test), pilihan ganda (multiple choice), tes analogi (analogy test), dan tes menyusun kembali (rearrangement test) . Tes menyajikan (supply test) adalah tes yang pertanyaan atau soalnya disusun sedemikian rupa dengan maksud agar peserta tes memberikan jawaban cukup dengan satu atau dua kata saja. Tes bentuk pilihan (selection test) adalah tes yang formatnya disusun sedemikian rupa yang mengharuskan peserta tes menjawab dengan cara memilih alternatif jawaban yang disediakan dengan memberi tanda sesuai petunjuk. Tes bentuk pilihan ini dapat disusun dalam bentuk benar-salah, menjodohkan, dan pilihan ganda.Tes benar-salah (true-false) adalah bentuk tes yang soal atau pertanyaannya berupa pernyataan. Pernyataan tersebut dapat berupa pernyataan yang benar dan pernyataan yang salah. Peserta tes diminta untuk merespons pernyataan tersebut dengan cara memberi tanda atau memilih huruf B jika pernyataan benar dan memberi tanda atau memilih S jika pernyataan salah.Tes menjodohkan (matching test) adalah format tes yang disusun dalam dua bagian yaitu bagian pertanyaan atau pernyataan dan bagian jawaban.Tes pilihan ganda adalah bentuk tes yang disusun berupa pertanyaan sebagai pokok soal (stem) dan alternatif pilihan jawaban. Alternatif pilihan jawaban dapat terdiri tiga, empat, atau lima. Peserta tes diminta memilih satu jawaban yang benar dari alternatif jawaban yang disediakan dengan cara memberi tanda sesuai dengan petunjuk. Tes pilihan ganda ini dapat dipilah menjadi pilihan ganda, pilihan ganda sebab – akibat, pilihan ganda analisis kasus, pilihan ganda kompleks, dan pilihan ganda membaca diagram/grafik/peta. Tes analogi (analogy test) adalah jenis tes bentuk obyektif yang disusun sedemikian rupa dimana dalam menjawab pertanyaan atau pernyataan peserta tes diminta memilih bentuk yang sesuai dengan pernyataan sebelumnya. Tes menyusun kembali (rearrangement test) adalah jenis tes obyektif yang disusun sedemikian rupa sehingga format 8 pernyataan atau pertanyaan tersusun dalam kalimat yang tidak teratur. Dalam tes jenis ini peserta tes diminta untuk menyusun kembali rangkaian kalimat yang tidak teratur tersebut menjadi urutan pengertian atau proses yang benar. c. Kelebihan dan Kelemahan antara Tes Uraian dan Tes Obyektip Kelebihan tes bentuk uraian 1) Mengembangkan kemampuan dalam menyusun kalimat yang baik. 2) Menjawab soal dengan ekspresi pikiran tanpa menebak. 3) Mengukur kemampuan yang lebih kompleks. 4) Mengembangkan daya nalar peserta tes. 5) Mengembangkan dan menyusun soal relatif mudah. 6) Memudahkan dalam melacak proses berpikir peserta tes berdasarkan jawaban yang diberikan. Kelemahan tes bentuk uraian 1) Materi terbatas sehingga validitas isi rendah. 2) Proses koreksi relatif lama dan cenderung bersifat subyektip. 3) Jawaban yang diberikan peserta tes tidak terkait dengan pertanyaan. 4) Proses koreksi hanya bisa dilakukan oleh si pembuat soal. 5) Tingkat reliabilitas relatif rendah. 6) Kemampuan peserta tes menyusun kalimat mempengaruhi kualitas jawaban. 7) Sifat soal cenderung hanya mengungkap pengetahuan yang dangkal. Kelebihan tes bentuk obyektip 1) Lingkup materi yang diujikan luas sehingga dapat mewakili materi yang sudah diajarkan (representatif) 2) Tingkat validitas isi relatif tinggi 3) Proses koreksi dan penyekoran mudah dan obyektif; 4) Tidak memungkinkan peserta tes untuk mengemukakan hal-hal yang tidak berkaitan dengan pertanyaan 5) Informasi hasil tes dapat lebih cepat 6) Tingkat reliabilitas tinggi 7) Memungkinkan penyelenggaraan tes bersama pada wilayah yang luas. 9 Kelemahan tes obyektif 1) Tidak mengembangkan daya nalar peserta tes. 2) Peserta tes cenderung menjawab dengan jalan menerka. 3) Memungkinkan terjadinya kecurangan, saling menyontek. 4) Mengembangkan dan menyusun soal relatif sulit dan waktu lama. 5) Membutuhkan waktu untuk membaca soal dan jawabannya sehinnga mengurangi waktu ujian. c. Fungsi Penilaian, Pengukuran, dan Tes Penilaian, pengukuran, dan tes memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan program pembelajaran yang sudah dirancang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dengan tes inilah seorang pendidik dapat melakukan kegiatan penilaian dan pengukuran terhadap tingkat daya serap peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran. Dalam pendidikan dan pembelajaran tes memiliki banyak fungsi di antaranya fungsi untuk pengelolaan kelas, fungsi untuk program bimbingan, dan fungsi untuk administrasi. Ditinjau dari aspek fungsi untuk pengelolaan kelas, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat digunakan untuk hal-hal berikut seperti: diagnosis kesulitan belajar, evaluasi jarak antara bakat dan pencapaian, peningkatan pencapaian prestasi belajar, pengelompokkan peserta didik dalam belajar kelompok, pengembangan program pembelajaran inividual, memonitor peserta didik yang memerlukan bimbingan tambahan atau khusus. Ditinjau dari aspek fungsi untuk program bimbingan, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat digunakan untuk hal-hal seperti berikut: fokus pembicaraan dengan orang tua tentang anak mereka, pengarahan dalam menentukan pilihan, membimbing peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan dan program studi, membantu pembimbing, pendidik, dan orang tua dalam memahami kesulitan dan hambatan peserta didik.Berkaitan dengan aspek fungsi administrasi, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat dimanfaatkan untuk hal-hal sebagai berikut: membuat petunjuk pengelompokkan peserta didik, penempatan peserta didik baru, penilaian kurikulum, membina dan memperluas kerjasama dengan masyarakat, menyediakan data atau informasi untuk pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan peserta didik dan sekolah. 4. Evaluasi 10 a. Batasan Evaluasi Salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan suatu program, baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro, adalah evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk menentukan mutu atau nilai suatu program yang di dalamnya ada unsur pembuatan keputusan. Evaluasi pada dasarnya merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis melalui suatu pengukuran, yang selanjutnya data dianalisis dan hasil analisis data tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan berbagai alternatif keputusan atau kebijakan yang relevan. Pelaksanaan program pendidikan melibatkan berbagai komponen seperti masukan, proses, hasil, sarana prasarana, dan lingkungan. Evaluasi program pendidikan dapat difokuskan pada komponen-komponen pendidikan tersebut sesuai dengan tujuan evaluasi. Secara umum, evaluasi program pendidikan dapat dikelompokkan menjadi evaluasi yang bersifat makro dan bersifat mikro. Evaluasi yang bersifat makro dikenakan pada pelaksanaan progam pendidikan yang dilaksanakan sekolah dalam rangka peningkatan kaulitas pembelajaran. Evaluasi yang bersifat mikro dikenakan pada pembelajaran di kelas, utamanya yang berkaitan dengan keberhasilanbelajar peserta didik. Evaluasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam pembelajaran, karena dari evaluasi akan diketahui tingkat keberhasilan belajar siswa dan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. b. Tujuan Evaluasi Tujuan utama adanya kegiatan evaluasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan bukan untuk membuktikan. Tujuan evaluasi pada hakekatnya adalah untuk memperoleh informasi yang tepat, terkini dan objektif terkait dengan penyelenggaraan suatu program yang dengan informasi tersebut dapat diambil suatu keputusan. Secara rinci tujuan evaluasi program pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Memutuskan seberapa jauh tujuan programberhasil dicapai. 2) Menyimpulkan tepat tidaknya program yang dilaksanakan. 3) Mengetahui besarnya biaya yang digunakan untuk pelaksanaan program. 4) Mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan program pembelajaran. 11 5) Mengindentifikasi pihak-pihak yang memperoleh manfaat, baik maksimum maupun minimum. 6) Merumuskan kebijakan berkaitan dengan siapa yang harus terlibat pada program berikutnya. c. Model Evaluasi Setiap kegiatan atau program memiliki karakteristik yang berbeda dengan program lain. Untuk dapat mengevaluasi suatu program perlu memperhatikan model evaluasi yang digunakan agar hasil evaluasi tepat sasaran. Beberapa model yang telah dikembangkan adalah model Tyler, model Sumatif-Formatif, model Countenance, model Bebas Tujuan, model Context Input Process Prodct (CIPP), model Ahli/Connoisseurship. Secara singkat deskripsi model-model evaluasi tersebut adalah sebagai berikut. Model Tyler sangat populer di bidang pendidikan karena model evaluasi ini menekankan adanya proses evaluasi langsung berdasarkan atas tujuan instruksional yang sudah ditetapkan. Esensi dari model evaluasi ini adalah suatu proses dan kegiatan yang dilakukan oleh evaluator untuk menentukan pada kondisi seperti apa tujuan program dapat dicapai. Model evaluasi Sumatif-Formatif merupakan aplikasi atau pengembangan dari model Tyler, banyak digunakan oleh pengajar untuk melakukan evaluasi terhadap program pengajaran. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dilaksanakan untuk periode waktu tertentu. Dalam evaluasi sumatif biasanya digunakan acuan penilaian, yaitu acuan norma atau acuan patokan. Evaluasi formatif dilakukan pada setiap pada akhir satu unit kegiatan untuk setiap tatap muka. Model evaluasi Countenance dikembangkan oleh Stake, yang secara garis besar model ini difokuskan pada evaluasi bagian awal (antecedent), tahap transaksi (transaction), dan pada hasil (outcomes). Model evaluasi bebas tujuan dikembangkan oleh Scrieven yang intinya bahwa evaluasi program dapat dilakukan tanpa mengetahui tujuan program itu sendiri. Model evaluasi context input process product (CIPP) merupakan model evaluasi yang menekankan pada evaluasi untuk aspek konteks (context), masukan (inpu)t, proses (process), dan hasil (product). Model evaluasi CIPP pada prinsipnya sangat mendukung proses pengambilan keputusan dengan mengajukan alternatif dan penindaklanjutan kosekuensi dari suatu keputusan. Model evaluasi ahli merupakan model evaluasi yang memiliki dua ciri khas yaitu a) manusia dijadikan sebagai instrumen untuk pengambillan keputusan dan b) menggunakan kritikan untuk menghasilkan konsep-konsep dasar evaluasi. 12 d. Langkah-Langkah Evaluasi Untuk mendapatkan hasil yang benar dan tepat dalam kegiatan evaluasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Tujuan Evaluasi (mengapa evaluasi dilakukan). 2) Desain Evaluasi (model evaluasi, evaluator, jadwal, instrumen, dan biaya). 3) Instrumen Evaluasi (kualitas, uji coba). 4) Pengumpulan Data (sifat data, ketersediaan data, responden, dan waktu). 5) Analisis/Interpretasi Data (proses data: manual/ computer, pembaca/penafsir). 6) Tindak Lanjut (hasil untuk apa, obyektivitas hasil)_

Selasa, 02 Oktober 2018

Senin, 10 September 2018

METODE FIFO DAN LIFO

Pengertian FIFO (First in First Out)


Metode ini menerapkan bahwa persediaan dengan nilai perolehan awal / pertama masu akan digunakan / dijual terlebih dahulu, jadi yang tersisa di persediaan akhir dinilai dengan nilai perolehan persediaan yang terakhir dibeli (masuk). Metode FIFO dianggap berdampak pada nilai aktiva yang dibeli perusahaan dan cenderung menghasilkan persediaan yag nilainya tinggi.

Pengertian LIFO (Last In First Out)


Metode ini menerapkan bahwa persediaan dengan nilai perolehan terakhir (masuk) akan dijual/digunakan lebih dulu, sehingga perolehan persediaan akhir dinilai berdasarkan nilai perolehan yang pertama (awal) masuk (dibeli). Metode LIFO dianggap berdampak pada nilai aktiva yang rendah pada perusahaan dan cenderung menghasilkan nilai persediaan akhir yang rendah.

Pengertian Metode Rata-rata (average method)


Metode rata-rata atau juga disebut metode average, metode ini menyatakan bahwa nilai persediaan akhir akan menghailak amtara nilai persediaan dengan metode FIFO. Dengan menggunakan metode ini maka akan berdampak pada laba kotor dan harga pokok penjualan.

Contoh Soal I


PT. Saburai melakukan perlakuan (pembelian, penjualan) persediaan pada tahun 2018 adalah sebagai berikut.
TanggalKeteranganKuantitasHarga
2JanPersediaan awal200 unitRp. 9.000
10 MaretPembelian300 unitRp.10.000
5AprilPenjualan200 unitRp.15.000
7MeiPenjualan100 unitRp.15.000
21SeptPembelian400 unitRp.11.000
18NovPembelian100 unitRp.12.000
20NovPenjualan200 unitRp.17.000
10DesPenjualan200 unitRp.18.000
Diminta :
  1. Hitunglah nilai persediaan akhir Sistem perpetual dengan metode FIFO, LIFO dan Average.
  2. Hitung Laba Kotor dan Harga Pokok Penjualanya.
Jawab : 
1. FIFO (masuk pertama keluar pertama)

metode fifo, lifo, average
Metode FIFO

2. LIFO (masuk terakhir keluar pertama)

metode fifo, lifo, average 2
Metode LIFO

3. Rata-rata (average)

metode fifo, lifo, average 3
Metode Average

4. Harga Pokok Penjualan
1.  Sistem Periodik
FIFOLIFORata-rata
Persediaan awal1.800.0001.800.0001.800.000
Pembelian8.600.0008.600.0008.600.000
Barang tersedia utk dijual10.400.00010.400.00010.400.000
Persediaan akhir(3.400.000)(2.800.000)(3.120.000)
Harga Pokok penjualan7.000.0007.600.0007.280.000
2.  Sistem Perpetual
FIFOLIFORata-rata
Persediaan awal1.800.0001.800.0001.800.000
Pembelian8.600.0008.600.0008.600.000
Barang tersedia utk dijual10.400.00010.400.00010.400.000
Persediaan akhir(3.400.000)(2.900.000)(3.224.000)
Harga Pokok penjualan7.000.0007.500.0007.176.000
Laba Kotor
1. Sistem Periodik
FIFOLIFORata-rata
Penjualan11.500.00011.500.00011.500.000
Harga Pokok Penjualan(7.000.000)(7.600.000)(7.280.000)
Laba Kotor4.500.0003.900.0004.220.000
2. Sistem Perpetual
FIFOLIFORata-rata
Penjualan11.500.00011.500.00011.500.000
Harga Pokok Penjualan(7.000.000)(7.500.000)(7.176.000)
Laba Kotor4.500.0004.000.0004.324.000
Jurnal
1. Periodik (FIFO)
Saat Mencatat Pembelian:
PembelianRp. 8.600.000
           Utang usaha/Kas                             Rp. 8.600.000
Saat Mencatat Penjualan:
Piutang Usaha/KasRp. 11.500.000
         Penjualan                            Rp. 11.500.000
Saat Penyesuaian untuk Persediaan:
Ikhtisar Rugi LabaRp. 1.800.000
          Persediaan                      Rp. 1.800.000
PersediaanRp. 3.400.000
          Ikhtisar Rugi Laba                        Rp. 3.400.000
2. Perpetual (FIFO)
Saat Mencatat Pembelian:
PersediaanRp. 8.600.000
               Utang Usaha/Kas                          Rp. 8.600.000
Saat Mencatat Penjualan:
Piutang UsahaRp. 11.500.000
                 Penjualan                            Rp. 11.500.000
Harga Pokok PenjualanRp. 7.000.000
                Persediaan                             Rp. 7.000.000

Contoh Soal II


Berikut adalah transaksi PT. Dipa Jaya selama Bulan Juli 2017.
TanggalKeteranganKuantitasHarga
1 JuliPersediaan awal100 unitRp.10.000
5 JuliPembelian500 unitRp.12.000
12 JuliPembelian100 unitRp.15.000
22 JuliPenjualan300 unitRp.25.000
27 JuliPembelian100 unitRp 20.000
30 JuliPenjualan50 unitRp.30.000
Diminta:
  1. Tentukan nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan (HPP) dan laba kotor, Bila di asumsikan perusahaan menggunakan Sistem periodik FIFO dan Sistem Perpetual LIFO.
Jawab:
1. Sistem periodik FIFO
Persediaan barang yang siap dijual (unit) adalah :
TanggalKeteranganKuantitasHarga (Rp.)
1 JuliPersediaan awal100 unit @ Rp.10.0001.000.000
5 JuliPembelian500 unit @ Rp.12.0006.000.000
12 JuliPembelian100 unit @ Rp.15.0001.500.000
27 JuliPembelian100 unit @ Rp 20.0002.000.000
      800 unit10.500.000
Persediaan yang siap di jual (harga) adalah Rp. 10.500.000.
Unit persediaan akhir adalah :
= persediaan (unit) yang siap dijual – Unit yang terjual
= 800 unit – 350 unit = 450 unit
Nilai unit akhir.
= 100 unit @ Rp. 20.000= Rp. 2.000.000
= 100 unit @ Rp. 15.000= Rp. 1.500.000
250 unit @ Rp. 12.000= Rp. 3.000.000
450 unit
= Rp. 6.500.000
Harga pokok penjualan:
= Nilai persediaan (harga) yang tersedia untuk dijual – nilai persediaan (harga) unit akhir
= 10.500.000 – Rp. 6.500.000 = 4.000.000
Laba Kotor:
= Hasil penjualan – Harga pokok penjualan
= 9.000.000 – Rp. 4.000.000 = 5.000.000

etode LIFO Perpetual

Melalui metode perpetual LIFO kita dapat mengetahui hal-hal berikut ini :
Nilai persediaan akhirRp. 5.600.000
Harga Pokok penjualanRp. 4.900.000
Laba kotor= Rp. 9.000.000 – Rp. 4.900.000
Rp. 4.100.000




SUMBER :
http://www.akuntansilengkap.com/akuntansi/contoh-soal-metode-fifo-lifo-dan-average-bonus-jawaban-penyelesaiannya/